Kisah ini bermula ketika aku mencari
tempat kost di daerah sekitar kampus. Setelah sekian lama
berputar-putar, akhirnya sampailah aku di suatu rumah. Lokasinya enak,
sejuk dan rindang. Dalam hati aku menjadikan rumah ini sebagai kost
cadangan seandainya aku tidak mendapatkan tempat kost. Setelah ngobrol
dengan ibu kost tentang masalah harga, datanglah anak ibu kost
yang nomor 3, namanya Mbak Desi (itu kuketahui setelah aku kost di
situ). Pertama melihat Mbak Desi aku langsung bergetar, gila cantik
sekali.
Sempat terselip di benakku
untuk berhubungan badan dengannya tapi perasaan itu langsung
kusingkirkan sebab di depanku ada ibunya, jadi aku berpura-pura manis
dan tersenyum pada Mbak Desi. Setelah sekian lama, akhirnya aku kost
di situ. Dan hari-hariku kusempatkan mencuri perhatian ke Mbak Desi,
tiap kali kupandangi dia makin kelihatan inner beauty-nya. Begitu
cantik dan tidak bosan-bosan dipandang. Dan yang membuatku semangat
untuk mengejarnya adalah dia juga memberi respon atas
kerlingan-kerlingan mataku dan tingkahku. Walaupun dia sudah bersuami
dan mempunyai anak satu, tapi keindahan tubuhnya masih
kelihatan, ini terbayang dari baju tidur yang dia kenakan tiap pagi,
tipis dan tembus pandang, jadi kalau Mbak Desi berjalan aku selalu ada
saja acara untuk mengikutinya entah mandi, ke belakang atau entah apa
saja yang dia lakukan.
Dan sesekali kalau rumah sedang
sepi, aku berjalan di belakangnya sambil mengocok batang kemaluanku
yang selalu tegang bila melihat dia sambil berimajinasi berhubungan
badan dengan Mbak Desi. Ini kulakukan beberapa kali, sampai suatu saat
ketika aku sedang mengocok batang kemaluanku, tiba-tiba Mbak Desi
berbalik dan berkata, "Entar kalau udah keluar di lap ya..." tentu saja
aku jadi belingsatan, tapi aku cepat menguasai situasi, dengan berterus
terang sama Mbak Desi, "Entar Mbak, tanggung nich..." dan aku pun makin
mempercepat kocokanku dengan harapan aku semprotkan di perut Mbak Desi,
sebab waktu itu Mbak Desi berbalik dan berhadap-hadapan denganku.
Dan tanpa di sangka Mbak Desi
membungkuk dan mengulum batang kemaluanku, tentu saja aku makin
terangsang oleh sentuhan-sentuhan lidah Mbak Desi, tampak Mbak Desi
mengulum dengan penuh nafsu diiringi oleh sedotan-sedotan dan gigitan
kecilnya, sesaat kemudian kemaluanku mulai berdenyut dan makin menegang
keras. "Terus Mbak... oh.. oh.. oh... enak Mbak..." bagaikan melayang
di awan kepalaku mulai berkunang-kunang, dan Mbak Desi pun sepertinya
tahu situasi saat itu, dia pun mulai mengocok dengan tangannya dengan
irama cepat. "Ooh.. Mbak.. Mbak.. aku mau keluar Mbak... oh.. oh..
oh... sshh.. shh.. ah..." Crott... croott... keluarlah air maniku
banyak sekali membasahi bibirnya berkilat-kilat diterpa sinar lampu
dapur.
Dan tanpa pikir panjang aku
langsung mengulum bibirnya yang masih dipenuhi spermaku, sambil aku
bergerilya di sepanjang dadanya, yang kira-kira berukuran 36. Setelah
beberapa saat dia mulai mengendurkan ciumannya dan berkata, "Sekarang
bukan waktunya Dik..." Kejadian di dapur itu selalu teringat olehku dan
selalu menjadi imajinasiku. Hari berikutnya aku makin sering menggoda
dia, tanpa sepengetahuan suaminya. Suatu saat suaminya ada keperluan
keluar kota, saat itulah yang kutunggu-tunggu untuk iseng mengajaknya
jalan, dengan alasan ingin diantar ke Cihampelas membeli baju. Mbak
Desi pun mau, jadilah aku keluar bersama dia. Di tengah perjalanan aku
ngobrol dengannya, mengorek tentang rumah tangganya terutama masalah
kehidupan seksualnya.
Ternyata dia saat itu sedang
suntuk di rumah dan ingin main keluar, langsung saja kusambut
kesempatan itu, kuajak dia main ke daerah pegunungan di Lembang. Di
sana dingin sekali, dan aku mulai memberanikan diri memegang tangan dan
pahanya. Sambil menggodanya, "Mbak dingin-dingin gini enaknya apa
ya..." kataku. "Ee... apa ya..." katanya. "Kita sewa hotel aja yuuk..
Mbak Desi kedinginan nich..." katanya lagi. Sebuah permintaan yang
membuatku deg-degan, langsung saja kubelokkan ke sebuah hotel yang
kelas Rp 50.000-an, "Gimana Mbak, udah anget belum..." tanyaku di dalam
kamar. "Anget gimana? tidak ada yang memeluk kok anget..." jawab dia.
"Bener nich..." kataku. Langsung saja kudekati dia dan tanpa canggung
lagi aku mulai mencium bibirnya, dan dia pun membalas, ternyata dia
begitu mudah terangsang oleh ciumanku yang langsung kuteruskan dengan
menjilati leher disertai dengan gigitan kecil.
Aku pun mulai bergerilya dengan
menelusupkan tanganku di balik kaosnya. Busyet, dia tidak memakai BH di
payudara yang berukuran 36B. Aku buka kaosnya dan tampaklah sebuah
gundukan 36B dengan puting yang merah kecoklatan. Begitu bersih dan
putih tubuhnya, kujilati leher dan pelan-pelan turun ke dadanya. Mbak
Desi pun melengus perlahan sambil mengacak-acak rambutku. Hingga sampai
saat aku melingkar-lingkarkan lidahku di seputar puting susunya, dia
makin keras melenguh, hal itu makin membuat nafsuku memuncak, "Iseep...
Dik... iseepp... terusss... aahh..." Kusedot putingnya dan saking
memuncaknya nafsuku, kugigit putingnya, dia semakin menggila
mendesah-desah tak karuan. Perlahan-lahan aku memasukkan tanganku di
balik celana jeansnya.
Oh, begitu lembut bulu
kemaluannya disertai dengan basahnya bibir kemaluannya. Kulepas baju
dan celananya sampai keadaan telanjang bulat, begitu mulus tubuhnya,
sejenak kupandangi tubuhnya dengan tertegun, lalu aku gantian melepas
semua baju dan celanaku hingga kami berdua telanjang bulat tanpa
selembar benang pun. Kugigit-gigit kecil dan jilati perutnya
perlahan-lahan sambil terus turun ke arah pangkal pahanya, terus turun
sampai ke telapak kaki kiri dan kanan. Kubalikkan badannya hingga dia
tengkurap, lalu dari belakang leher kujilati perlahan-lahan sambil
menggigit kecil dan turun, "Ohh... Diikk... terus Dikk... oh... oh...
enak Diikk..." erangan Mbak Desi disertai dengan belaian usapan telapak
tangan lembutnya.
Terus turun dari punggung ke
arah pantat, sampai di pantat kugigit dia saking menahan nafsuku, dia
pun meregang menjerit kecil. Lalu hingga tiba di daerah
selangkangannya, kulihat kemaluannya merah dan basah berkilat-kilat
oleh karena lendir birahi, pelan-pelan kujilati pinggiran kemaluannya
dengan gerakan melingkar di pinggir kemaluannya. Aku pun mulai membuka
bibir kemaluannya dengan kedua tanganku tampaklah klitorisnya yang
sudah menegang berwarna merah. Perlahan-lahan kujilat klitorisnya pelan
tapi pasti sambil kugerakkan naik turun sepanjang garis kemaluannya.
Mbak Desi pun makin mengerang,
menghempaskan badannya ke kiri dan ke kanan sambil sesekali menjambak
rambutku disertai teriakan kecil. Beberapa saat kemudian Mbak Desi
mulai mengejang dan bergetar sambil meringis menahan sesuatu, "Ahh...
ahh... Dik... aku keluuaar...." sambil menggigit bibirnya. Mbak Desi
bangkit lalu mambalikkan badanku hingga aku pun terhempas telentang,
dia mulai mencium bibirku, leher dan tibalah di daerah paling
sensitifku, di kedua putingku, aku mulai mendesah ketika Mbak Desi
menjilatinya, Mbak Desi tanggap akan hal itu, dia terus menjilatinya
dan karena aku tidak tahan lagi kusuruh dia menggigitnya keras-keras.
Aku pun blingsatan menahan nikmat tak terkira, makin keras gigitannya
makin puas kurasakan.
Di tengah kenikmatan itu
tiba-tiba ada sesuatu yang merasuk dan menancap di kemaluannku, gila
rasanya mau meletup dan pecah kepala ini merasakan kenikmatan itu,
ternyata Mbak Desi sambil mengigit putingku dia memasukkan batang
kemaluanku ke lubang kemaluannya. "Bless..." batang kemaluanku yang
masih kering itu pun terbenam di belahan daging hangat dan basahnya.
Aku sempat menggigit dada Mbak Desi karena kenikmatan itu.
Perlahan-lahan Mbak Desi menggerakkan badannya naik turun, sedangkan
aku hanya terpejam diam menikmati surga dunia itu, "Aah...
ah... ah... gila kau Mbak... gila kamu... ah... Mbak pintar sekali...
enak Mbak... oh... terus... ah... ah..." aku mengerang kenikmatan. Mbak
Desi yang terus menggoyang badannya membungkuk lalu menjilati dan
menggigit putingku, satu gaya yang bisa membunuhku dengan kenikmatan,
aku pasrah pada situasi. "Bunuh aku dengan tubuhmu Mbak..." kataku, Mbak Desi hanya tersenyum simpul.
Mbak Desi tetap di atasku tapi
posisi punggungnya membelakangiku, aku kurang sreg lalu kusuruh dia
berbalik lagi, Mbak Desi berbalik lagi dan dia menyodorkan payudaranya
ke arah mulutku, aku pun mulai menghisap dan mengulum sekuatku.
Tiba-tiba tubuh
Mbak Desi bergetar hebat sambil meremas kedua lenganku dan
kadang-kadang mencakarku, dia keluar untuk kedua kalinya. Aku berhenti
sebentar, supaya kondisi kemaluannya pulih kembali sebab dia sudah
mencapai puncak orgasmenya. Aku ganti di atas, perlahan-lahan kuarahkan
kemaluanku ke depan bibir kemaluannya, sengaja tidak kumasukkan dulu
tapi kubuat main-main dulu dengan cara kuserempetkan ujung kepala
kemaluanku ke klitorisnya, dia mulai mengerang lagi. Dengan perlahan
kumasukkan batang kemaluanku ke lubang kenikmatannya yang sudah basah
oleh
semprotan cairan Mbak Desi.
"Bluess..." batang kemaluanku dengan gagahnya maju memasuki liang surga
Mbak Desi. "Ooh... Dik... enak Dik... oh... terruus... Dik... ohh...
oohh..." sambil tangannya meremas kedua putingku. Aku semakin
mempercepat goyangan, setelah beberapa lama keringatku pun membasahi
dada Mbak Desi, butir demi butir laknat pun jatuh seiring dengan
bertambahnya argo dosaku, tubuh kami berdua berkeringat hingga kami pun bermandi peluh.
Justru hal itulah yang membuatku makin bernafsu. Sambil merem melek aku menikmati
hal itu, hingga perutku mulai mengeras, otot perut mulai mengencang
siap untuk meledakkan sesuatu, bergetar hebat. "Oh... Mbak aku mau
keluar... Mbak... oh... aku mulai keluar Mbak... Keluarin di mana
Mbak... dalem ya.. oh... oh..." aku mengerang kenikmatan. "Keluarin di
dalam aja Dik, Mbak juga sudah mulai keluar kok... yah... yah... terus
Dik... dipercepat... ya begitu... oh... oh terus Dik..." dengan
menjerit Mbak Desi terlihat pasrah. "Ooh... Mbak... sekarang... Mbak...
oh... ah... ahh... sshh... ah..." "Croot.. croott.. croooooott..
crett..." kusemburkan spermaku di dalam liang kemaluan Mbak Desi,
begitu banyak spermaku sampai-sampai tertumpah di sprei.
0 komentar:
Posting Komentar