Cerita Dewasa Tetanggaku - Suatu ketika rumahnya sedang kosong cuma tinggal Tante
Juliet bertiga dengan anak asuhnya yang masih berumur 3 tahun dan
pembantunya. Tante Juliet meneleponku untuk meminta tolong membetulkan
kran kamar mandinya. Tentu saja kupenuhi karena aku baginya sudah
dianggap seperti keluarga di rumahnya dengan sendirinya cepat saja
kupenuhi permintaan itu.
Aku
datang dengan segera tapi kran rusak ternyata hanya alasan saja
melainkan diminta untuk menemani sambil membantu memijiti kakinya yang
katanya sedang kram. Di ruang tengah Tante waktu itu duduk di sofa
panjang sedang menonton acara telenovela di televisi.
“Abis
kalo nggak pake alesan betulin keran nanti nggak enak didengar
keluargamu. Sini dong Son, Sony bisa bantuin mijetin kaki Tante, nggak?
kaki Tante agak keram sedikit…” begitu katanya menyambutku dan langsung
meminta bantuanku.
Aku mengangguk dan mendekat berlutut di depannya akan mulai memijit sebelah kakinya di bagian bawah tapi rupanya bukan di situ.
“Oo bukan di situ Son… di sini, di selangkangan ini. Nggak apa ya Tante
begini, nggak usah kikuk, Sony kan udah kayak anak Tante sendiri.”
katanya sambil menyingkap roknya ke atas menunjukkan daerah yang harus
kupijit yaitu di selangkangan pahanya.
Tidak
tanggung-tanggung, rok itu disingkap sampai di atas celana dalamnya
sehingga mau tak mau terpandang juga gundukan vaginanya menerawang dari
balik kain tipis celana dalamnya itu. Tentu saja, biarpun sudah dipesan
lebih dulu agar aku tidak usah kikuk-kikuk, tidak urung mukaku langsung
berubah merah malu dengan pemandangan yang seronok ini. Tante seperti
tidak mengerti apa yang kurasakan, dia menyuruh aku mendekat masuk di
tengah selangkangannya dan mengambil kedua tanganku, meletakan di
masing-masing paha atasnya persis di tepi gundukan bukit vaginanya. Dia
minta bagian yang katanya sering pegal itu kutekan pelan-pelan dan
waktu kumulai agak bergetaran juga tanganku mengerjainya sementara Tante Juliet
memejamkan matanya pura-pura menikmati pijitanku. Padahal sungguh, aku
sama sekali tidak tahu bahwa aku sedang diperangkap olehnya.
“Iya
di situ sering pegel Son, tapi ntar dulu.. kurang pas yang itu, Tante
naikin kaki dulu… ya…”katanya. Berikutnya dengan alasan kurang puas
Tante menaikan kedua telapaknya ke atas tepi sofa di mana dia sekarang
minta aku memijit lebih ke dalam lagi sehingga boleh dibilang aku hanya
memijit-mijit otot seputar kemaluannya saja. Pikiranku mulai terganggu
karena bagaimanapun meremas-remas tepi bukit yang sedang terkangkang
menganga ini mau tidak mau membuat nafasku memburu juga. Maklum,
meskipun masih remaja tapi aku sudah kenal tidur dengan perempuan
sehingga jelas mengenal rasa yang bisa diberikan bukit menggembung di
depanku. Apalagi dalam pemandangan yang merangsang seperti ini.
Nah, di tengah-tengah kecamuk lamunan seperti ini Tante semakin jauh menggodaku.
“Ngomong-ngomong Sony udah pernah maen ama cewek, belum ?” katanya agak genit.
“Ngg… maen cewek maksud Tante pacaran?” kataku balik bertanya pura-pura tidak mengerti.
“Maksudnya tidur sama cewek, ngerasain ininya,” katanya sambil menunjuk vaginanya.
Ditanya
begini wajahku merah lagi, jadi gugup aku menjawab, “Ngmm.. belum
pernah Tan..” jawabku berbohong. Mungkin aku salah menjawab begini
karena kesempatan ini justru dipakai tante makin menggodaku.
“Ah
masak sih, coba Tante pegang dulu…” begitu selesai bicara dia sudah
menarikku lebih dekat lagi dengan menjulurkan kedua tangannya, satu
dipakai untuk menggantol di leherku menahan tubuhnya tegak dari
sandaran sofa, satu lagi dipakai untuk meraba jendulan penisku.
“Tante pengen tau kalo bangunnya cepet berarti betul belum pernah…” lanjutnya lagi.
Entah
artinya yang sengaja dibolak-balik atau memang ini bagian dari
kelihaiannya membujukku, namanya aku masih berdarah muda biarpun sudah
terbiasa menghadapi perempuan tapi dirangsang dalam suasana begini
tentu saja cepat batangku naik mengeras. Kalau sudah sampai di sini
sudah lebih gampang lagi buat dia.
“Wihh,
memang cepet bener bangunnya… Tapi coba Son, Tante kok jadi penasaran
kayaknya ada yang aneh punyamu…” katanya tanpa menunggu persetujuanku
dia sudah langsung bekerja membuka celanaku membebaskan penisku. Aku
sulit menolak karena kupikir dia betul-betul sekedar penasaran ingin
melihat keluarbiasaan penisku. Memang, waktu batangku terbuka bebas
matanya setengah heran setengah kagum melihat ukuran penisku.
“Buukan
maen Sonyy… keras banget punyamu..” katanya memuji kagum tapi justru
melihat yang begini makin memburu niatnya ingin cepat menjeratku, “Tapi
masak sih yang begini belum pernah dipake ke cewek. Kalo gitu sini
Tante kenalin rasa sedikit, deket lagi biar bisa Tante tempelin di
sini…” lanjutnya, lagi-lagi tanpa menunggu komentarku dia memegang
batangku dan menarikku lebih merapat kepadanya. Apa yang dimaksudkannya
adalah dengan sebelah tangan bekerja cepat sekedar menyingkap sebelah
kaki celana dalamnya membebaskan vaginanya, lalu sebelah lagi membawa
penisku menempelkan kepala batangku di mulut lubang vaginanya. Di situ
digosok-gosokannya ujung penisku di celah liangnya beberapa saat dulu
baru kemudian menguji perasaanku.
“Gimana, enak nggak digosok-gosokin gini?” katanya tambah super genit.
Tentu,
jangan bilang lagi kalau sudah begini aku yang sudah tegang dengan
sinar mata redup sudah sulit untuk melepaskan diri, berat rasanya
menolak kesempatan seperti ini. Aku cuma mengiyakan dengan mengangguk
dan Tante Juliet meningkat lebih jauh lagi.
“Kalo
gitu Sony yang nyoba sendiri biar bisa tahu gimana rasanya, tapi tunggu
Tante buka ajasekalian supaya nggak ngalangin…” lanjutnya dengan cepat
melepas celana dalamnya untuk kemudian kembali lagi pada posisi
mengangkangnya.
Menggosok-gosokan
sendiri ujung kepala penisku di mulut lubang vaginanya yang menganga
tambah membuatku semakin tegang dalam nafsu, tapi untuk menyesapkan
masuk ke dalam aku masih tidak berani sebelum mendapat ijinnya. Padahal
itu justru yang diinginkan tante hanya saja mengira aku benar-benar
masih hijau dia masih memakai siasat halus untuk menyeretku masuk.
“Ahhh…
kedaleman gosokinnya…” katanya menjerit geli memaksudkan aku agak
terlalu menusuk. Padahal rasanya aku masih mengikuti sesuai anjurannya,
tapi ini memang akal dia untuk masuk di siasat berikut, “Tapi gini,
supaya nggak keset sini Tante basahin dulu punyamu.” katanya mengajak
aku bangun berdiri.
Kali
ini apa yang dimaksudkannya adalah dia langsung mengambil penisku dan
mulai menjilati seputar batangku, sambil sesekali mengulum kepalanya.
Kalau sudah sampai di sini rasanya aku bisa menebak ke mana
kelanjutannya. Dan memang, ketika dirasanya batangku sudah cukup basah
licin dia pun menarik lagi tubuhku berlutut dan kembali memasang
vaginanya siap untuk kumasuki. Dalam keadaan seperti itu aku
betul-betul sudah buntu pikiranku, terlupa bahwa dia adalah istri dari
Mas Fadli-kakak angkatku. Rangsangan nafsu sudah menuntut kelelakianku
untuk tersalurkan lewat dia.
Sehingga
sekalipun Tante Juliet tidak lagi menyuruh dengan kata-katanya, aku
sudah tahu apa yang akan kulakukan. Ujung penis mulai kusesapkan di
lubang vaginanya segera kuikuti dengan gerakan membor untuk menusuk
lebih dalam. Tante sendiri meskipun mimik mukanya agak tegang, dia ikut
membantu dengan jari-jari tangannya lebih menguakkan bibir vaginanya
menjadi semakin menganga, untuk lebih memudahkan usaha masuk batangku.
Tapi baru saja terjepit setengah, tiba-tiba SonJul anak asuhnya datang
mengganggu konsentrasi teristimewa bagi Tante Juliet. Si kecil yang
belum mengerti apa-apa ini naik ke sofa langsung menunggangi perut
Tante seolah-olah ingin ikut bergabung dengan kami.
“Nanti
dulu Dek, Mama lagi dicuntik Mas Sony… Adek maen dulu sana, ya?” agak
kerepotan Tante membujuk SonJul untuk menyingkir dan kembali bermain,
sementara aku sendiri tetap sibuk membor dan menggesek keluar masuk
penisku untuk menanam sisa batang yang masih belum masuk. Di atas dia
repot meredam kelincahan SonJul, sedang di bawah dia juga repot
menyambut batangku. Sesekali merintih memintaku jangan terlalu kuat
menyodokkan penisku.
“Aashhh… Sonnn… pelan Son.. memek mama sakit… jangan dicuntik keras-kerass… ” erangnya.
Untung
berhasil Tante Juliet membujuk SonJul tepat pada saat seluruh batangku
habis terbenam. Lega wajahnya ketika SonJul sudah mau turun kembali
bermain.
“Naaa,
sekarang Mama Adek mau maen sama Mas Sony dulu, ya? Ayo Mas Son… pindah
ke bawah dulu, Mama Adek juga pengen ikutan ngerasain enaknya…” Tanpa
melepas kemaluan masing-masing kami pun berpindah ke karpet, Tante
Juliet yang di bagian bawah. Di situ begitu posisi terasa pas kami
segera menikmati asyik gelut kedua kemaluan denganku memompa dan Tante
Juliet mengocok vaginanya. Nikmat sanggama mulai meresap dan meskipun
di tengah-tengah asyik itu SonJul juga sering datang mengganggu, tapi
kami sudah tidak peduli karena masing-masing sedang berpacu menuju
puncak kepuasan. Dan ini ternyata bisa tercapai secara bersamaan. Agak
terganggu dengan adanya SonJul lagipula suasana kurang begitu bebas,
tapi toh cukup memuaskan akhir permainan itu bagi kami berdua.
Kelanjutan hubungan kami memang sulit mencari kesempatan yang lowong
seperti itu lagi. Setelah yang pertama ini masih sempat dua kali kami
melakukan hubungan badan tapi kemudian terputus.
Ada
satu keasyikan tersendiri yang kurasakan jika sedang bercinta dengan
Tante Juliet yang bertubuh montok ini. Enak rasanya bergelut dengan
daging tebalnya, seperti menari-nari di atas kasur empuk berbantalkan
susunya yang juga montok dan besar itu. Rasanya dalam sejarah
percintaanku dengan para wanita yang kesemuanya cantik-cantik lagi
berlekak-lekuk padat menggiurkan, maka cuma dengan dia satu-satunya
yang berbeda. Tapi, inilah yang kusebut asyik tadi. Aku sama sekali
tidak merasa menyesal dan justru selalu merindukan untuk mengulang
kenangan bersama dia, hanya saja kesempatan sudah sulit sekali untuk
didapat.
Kesempatan
kali keempat kudapat tiga tahun setelah itu yaitu ketika aku diminta
mengantar Tante Juliet untuk menghadiri upacara perkawinan seorang
keluarga mereka di Las Vegas. Waktu itu rencananya aku hanya mengantar
saja dan setelah acara selesai akan pulang langsung ke LA ke tempat
kuliahku, tapi rupanya Tante Juliet berubah pikiran ingin pulang
menumpang lagi denganku. Mau tak mau aku pun berputar melewati
Washington, DC untuk mengantarkan Tante Juliet ke rumahnya dulu sebelum
ke LA. Tante memang rupanya tidak ingin berlama-lama dalam
kunjungannya, itu sebabnya SonJul tidak diajak serta dan ditinggal
bersama pembantu serta suaminya di rumah.
Begitu,
dalam perjalanan yang cuma kami berdua di mobil kami pun ngobrol dengan
akrab, dengan Tante Juliet yang lebih banyak bertanya-tanya tentang
keadaanku sementara aku sendiri sibuk mengemudi. Sampai kemudian
menyinggung tentang kegiatan seksku, Tante Juliet memang bisa menduga
bahwa aku tentu sudah banyak pengalaman galang-gulung dengan perempuan.
“Ngomong-ngomong
soal kita dulu kalo sekarang Sony udah kenal banyak cewek cakep pasti
kamu nyesel kenapa bikin gitu sama Tante waktu hari itu, ya nggak Son?”
“Nyesel
sih enggak Tan, gimanapun kan Tante yang pertama kali ngenalin rasa
sama Sony. Apalagi Sony juga punya kenangan manis dari Tante…” jawabku
menyinggung hubungan intimku waktu itu dengannya.
“Tapi
itu kan duluu… Sekarang dibanding-bandingin sama kenalan-kenalanmu yang
lebih muda pasti kamu mikir-mikir lagi, kok mau-maunya aku sama Tante
model gitu. Itupun waktu dulu, sekarang apalagi… tambah nggak nafsu
liatnya, ya nggak?”
Aku langsung menoleh dengan tidak enak hati.
“Jangan
bilang gitu Tan, Sony nggak pernah nyesel soal yang dulu. Malah kalo
masih boleh dikasih sih sekarang pun Sony juga masih mau kok.”
“Jangan menghibur, ngeliat apanya sama Tante kok berani bilang gitu?”
“Lho
kenyataan dong… Tante emang sekarang gemukan tapi manisnya nggak
kurang. Malah tambah ngerangsang deh…” jawabku memuji apa adanya.
Karena memang, sekalipun dia sekarang terlihat lebih gemuk dibanding dulu tapi wajahnya masih tetap terlihat manis.
“Ngerangsang apanya Son?” tanyanya penasaran.
“Ya
ngerangsang pengen dikasih kayak dulu lagi. Soalnya tambah montok kan
tambah enak rasanya.” jawabku dengan membuktikan langsung meraba-raba
buah dadanya yang besar itu, Tante Juliet langsung menggelinjang
kegelian.
“Aaa… kamu emang pinter ngerayu, bikin orang jadi ngira beneran aja.” katanya mencandaiku.
“Lho
Sony serius kok, kalo masih kepengen ngulang sama Tante. Makanya tadi
Sony nanya, kalo emang masih boleh dikasih sekarang juga Sony belokin
nyari hotel, nih?”
Lagi-lagi dia tertawa geli mendengar candaku.
“Yang bilang nggak boleh siapa. Tapi dikasihpun kamu pasti nggak selera lagi, kan percuma.”
“Ya
udah, kalo nggak percaya.. Tapi ngomong-ngomong sebentar lagi udah
gelap, Sony lupa kalo lampu mobil kemaren mati sebelah belum sempat
diganti. Gimana kalo kita nyari hotel aja Tan, besok baru terusin
lagi.” kataku mengajukan usul karena kebetulan memang lampu mobilku
padam sebelah. Sebetulnya ada cadangan tapi ini kupakai alasan untuk
mengajaknya menginap.
“Duh kamu kok sembrono sih Son.. Ayo cari penginepan aja kalo gitu, dipaksa nerusin nanti malah bahaya di jalan…”
Kupercepat
laju mobilku sebelum gelap dan di kota terdekat aku pun mencari sebuah
hotel. Begitu dapat aku langsung turun memesan sebuah kamar sementara
Tante menunggu di mobil. Dan setelah kembali ke mobil untuk mengajak
Tante turun sempat kubuktikan dulu padanya tentang lampu mobil
sebelahku yang memang padam itu.
Berdua
masuk ke kamar, setelah mandi dan makan malam kamipun bersantai dengan
ngobrol sampai kemudian Tante mengajakku untuk pergi tidur. Kamar yang
kupesan memang hanya satu tapi dilengkapi dua tempat tidur sebagaimana
biasanya bentuk kamar hotel. Melihat dari keadaan ini Tante Juliet
tidak mengira bahwa aku betul-betul serius dengan keinginanku untuk
mengulang lagi kenangan lama. Dia baru saja mengganti baju tidur dan
baru akan mulai mengancingnya ketika aku keluar dari kencing di kamar
mandi langsung mendekat memeluknya dari belakang. Aku sendiri hanya
mengenakan handuk berlilit pinggang setelah membuka bajuku di kamar
mandi.
“Gimana
Tan, masih boleh dikasih Sony nggak..” bisikku meminta di telinganya
tapi sambil mengecup leher bawah telinganya diikuti kedua tanganku
mulai meremasi masing-masing susunya.Tersenyum geli dia karena sudah
sampai di situ pun dia masih mengira aku cuma bercanda menggoda.
“Apanya yang enak sih sama orang yang udah gembrot dan tua gini, Son…” tanyanya penasaran.
“Buat Sony sih nggak ada bedanya, malah Sony kangen deh Tan…”
Sambil
bicara begitu kubuka lagi satu kancing daster tidurnya yang baru
terpasang, sehingga bagian depan tubuhnya terbuka berikut kedua susunya
yang bebas karena Tante sengaja tidur tanpa memakai kutang, untuk
kemudian tanganku berlanjut meremasi susu telanjangnya itu. Tante
membiarkan saja tapi dia bertanya mengujiku dengan nada setengah ragu
kepadaku.
“Masak
sih kangen sama Tante? Kan kamu biasanya sama cewek-cewek cakep, yang
masih muda lagi langsing-langsing badannya…?” katanya lagi.
“Justru melulu sama yang begituan, Sony malah bosan… Sony suka sama Tante yang montok…”
“Kamu bisa aja…”
“Lho
bener Tan. Montoknya Tante ini yang bikin enak, mantep rasanya. Apalagi
yang ini.. hmmm.. sekarang tambah montok berarti tambah enak lagi
rasanya..” kali ini sebelah tanganku sudah kujulurkan ke bawah
meremas-remas gemas gundukan vaginanya.
Tante
Juliet merengek senang, sekarang baru dia percaya dengan keseriusanku.
Apalagi ketika dia juga membalas menjulurkan tangannya ke belakang, di
situ dia mendapatkan bahwa di balik handuk itu aku sudah tidak
mengenakan celana dalam lagi. Tanpa diminta lagi dia sendiri membuka
lagi daster tidur sekaligus juga celana dalamnya sendiri untuk
bersama-sama telanjang bulat naik ke tempat tidur.
Wanita
berwajah cantik diusianya mencapai 32 tahun ini memang sudah mekar
tubuhnya, tapi tubuhnya masih cukup kencang lagi mulus sehingga
montoknya berkesan sexy yang punya daya tarik tersendiri. Dan aku juga
jujur mengatakan bahwa aku merindukan kemontokannya, karena baru saja
melihat dia terbuka sudah langsung terangsang gairah kelelakianku.
Sebab dia belum lagi merebah penuh, masih duduk di tengah pembaringan
untuk mengurai gelung rambutnya, sudah kuburu tidak sabaran lagi.
Kusosor sebelah susunya, sebelah lagi kuremas-remas gemas, dengan rakus
mulutku mengenyot-ngenyot bagian puncaknya, mengisap, mengulum dan
menggigit-gigit putingnya.
“Ehngg… gelli Soon.. Iya, iya, nanti Tante kasih… deh…” merengek kegelian dia karena serangan mendadakku.
“Abis gemes sih Tan…” sahutku cepat dan kembali lagi menyerbu bagian dadanya.
Melihat
begini Tante Juliet mengurungkan merebahkan badannya, untuk sementara
bertahan dalam posisi duduk itu seperti tidak tega menunda
ketidaksabaranku. Air mukanya berseri-seri senang, sebelah tangannya
membelai-belai sayang kepalaku dan sebelah lagi lurus ke belakang
menopang duduknya, ditungguinya aku melampiaskan rinduku masih pada
kedua susunya yang montok dan besar itu.
Seperti
anak kecil yang asyik sendiri bermain dengan balonnya, begitu juga aku
sibuk mengerjai bergantian kedua daging bulat gemuk itu untuk memuaskan
lewat rasa mulut dan remasan gemasku. Sampai berkecapan suara mulut
rakusku dan sampai meleyot-leyot terpencet, terangkat-angkat dan jatuh
terayun-ayun, membuat Tante Juliet kadang meringis merintih atau
merengek mengerang saking kelewat gemas bernafsu aku dengan keasykanku,
tapi begitupun dia tidak mencegah kesibukanku itu. Baru setelah
dirasanya aku mereda, diapun bersiap-siap untuk memberikan tuntutan
kerinduanku yang berikutnya.
Ini
karena dilihatnya aku sudah cukup puas bermain di atas dan sudah ingin
berlanjut ke bawah, yaitu sementara mulutku masih tetap sibuk tapi
tangan yang sebelah mulai kujulurkan meraba selangkangannya, segera
Tante Juliet pun merubah posisi untuk memberi keleluasaan bagiku.
Tubuhnya direbahkan ke belakang sambil meluruskan kedua kakinya yang
duduk terlipat menjepit selangkangannya, langsung dibukanya sekali agar
aku bisa mencapai vaginanya. Mulutku masih terus mengejar menempel di
sebelah susunya tapi tanganku sekarang sudah bisa memegang penuh bukit
vaginanya. Bukit daging tebal setangkup tanganku yang ditumbuhi
bulu-bulu keriting halus ini langsung kuremas-remas gemas, darah
kelelakianku pun tambah mengalir deras.
Keasyikan
yang baru menarik perhatian baru juga, berpindah dulu aku ke tengah
selangkangannya yang kudesak agar lebih mengangkang sebelum kutarik
kepalaku dari susunya. Tante mengira aku sudah akan mulai memasukinya,
dia sempat menyambar batangku yang sudah tegang dan melocok-locok
dengan tangannya sebentar. Seperti ingin lebih mengencangkan lagi tapi
ada terasa bahwa dia juga merindukan batangku, bisa terbaca dari
remasan gemasnya yang menarik-narik penisku. Begitu posisiku terasa
pas, aku pun memindahkan mulutku turun menggeser ke bawah dengan cara
menciumi lewat perutnya sampai kemudian tiba di atas vaginanya yang
terkangkang. Di sini konsentrasiku terpusat dengan mengusap-usap dan
memperhatikan dulu bentuk vaginanya. Ini untuk pertama kali aku
mendapat kesempatan melihat jelas kemaluannya yang sudah pernah tiga
kali kumasuki, tapi karena waktunya sempit tidak sempat kulihat dengan
nyata.
Betul-betul
suatu pemandangan yang merangsang sekali. Bukit segitiga yang menjendul
dengan dagingnya yang tebal itu ditumbuhi bulu-bulu yang begitu lebat,
tidak cukup menutupi bagian celah lubang yang diapit pipi kanan
kirinya. Tepi bukit itu persis seperti pipi bayi yang montok
menggembung, saking tebalnya sehingga menjepit bibir vagina hanya
terkuak sedikit meskipun pahanya sudah kukangkangkan lebar-lebar.
Penasaran kukuakkan bibir vaginanya dengan jari-jariku untuk melihat
lebih ke dalam, tapi belum lagi jelas, Tante Juliet sudah menegurku
dengan muka malu-malu merengek geli.
“Ahahngg… Sony mau ngeliat apa di dalem situ sih Son…?” katanya sambil meringis.
Aku
tidak menyahut tapi sebelum dia berubah pikiran untuk mencegahku,
langsung saja kusosorkan mulutku ke tengah lubang yang baru kukuakkan
itu. “Ssshh Sonyyy… ahhh… ammpuunnn… Sonnn!” Betul juga. Tante Juliet
menjerit malu, tangannya refleks ingin menolak kepalaku tapi sudah
terlambat. Sebab begitu menempel sudah cepat kusambung dengan menjilat
dan menyedot-nyedot tengah lubangnya. Adu ngotot berlangsung hanya
sesaat karena Tante kemudian menyerah, menganga dengan wajah tegang dia
ketika geli-geli enak permainan mulutku mulai menyengat dia.
Untuk
berikutnya aku sendiri mulai meresap enaknya mengisap vagina montok
yang baru pertama kudapat darinya. Lagi-lagi ada keasyikkan tersendiri,
karena tidak seperti dengan milik cewek lain yang pernah tidur
denganku, umumnya celah lubang mereka terasa kecil karena tepi kanan
kirinya tidak setebal ini. Milik Tante Juliet justru penampilannya
kelihatan sempit tapi kalau dikuakan malah jadi merekah lebar dan
dalam. Disosor mulutku yang mengisap rakus, seperti hampir tenggelam
wajahku di situ dengan pipiku bertemu pipi vaginanya.
Di
bagian inipun untuk beberapa lama kupuaskan diriku dengan menyedot
menjilat-jilat tengah lubangnya, sesekali menyodok-nyodokkan ujung
lidah kaku lebih ke dalam, membuatnya mengejang sampai membusung
dadanya. Atau juga menggigit-gigit klitoris, menarik-nariknya serta
menjilati cepat membuatnya menggelinjang kegelian. Serupa dengan puting
susunya, bagian inipun sudah mengeras tanda dia sudah terangsang naik
berahinya, tapi Tante Juliet juga tetap membiarkan aku bermain
sepuas-puasnya untuk melampiaskan rinduku. Ketika kurasa sudah cukup
lama aku mengecap asyik lewat mulutku dan sudah cukup matang dia kubawa
terangsang, barulah aku mulai memasukkan penisku ke dalam vaginanya. Di
sini baru giliran Tante untuk ikut melampiaskan rindunya kepadaku
terasa dari sambutannya yang hangat.
Seperti
pengalaman yang kuingat, Tante Juliet bukan type histeris dengan gaya
merintih-rintih dan menggeliat-geliat erotis, tapi dalam keadaan saat
ini tidak urung meluap juga gejolak rindunya lewat caranya tersendiri
kepadaku. Yaitu seiring putaran vagina laparnya menyambut masuknya
penisku, tubuhku pun ditarik menindihnya langsung didekapnya erat
mengajakku berciuman. Yang ini juga sama hangatnya karena begitu
menempel langsung dilumat sepenuh nafsunya. Berikutnya kami yang sama
saling merindukan seolah tidak ingin melepaskan dekapan menyatu ini.
Seluruh permukaan tubuh depan melekat erat dengan bagian atas kedua
bibir saling melumat ketat sedang bagian bawah kedua kemaluan pun
bergelut hangat. Aku yang memainkan penisku memompa keluar masuk
diimbangi vaginanya yang diputar mengocok-ngocok. Ini baru namanya
bersetubuh atau menyatukan tubuh kami, karena hampir sepanjang
permainan kami melekat seperti itu. Hanya sekali kami menunda sebentar
untuk menarik nafas dan kesempatan ini kupakai dengan mengangkat
tubuhku dan melihat bagaimana bentuk wanita montok dalam keadaan sedang
kusetubuhi ini. Ternyata suatu pemandangan yang mengasyikkan sekaligus
makin melonjakkan gairah kejantananku. Di bawah kulihat vaginanya
diputar bernafsu, seolah kesenangan mendapat tandingan yang cocok
dengannya.
Memperhatikan
vagina di bawah itu bagaikan mulut bayi berpipi montok yang kehausan
menyedot-nyedot botol susunya sudah menambah rangsangan tersendiri,
apalagi melihat keseluruhan goyangan tubuh Tante Juliet. Seluruh daging
tubuhnya ikut bergerak teristimewa kedua susunya yang berputaran
berayun-ayun tambah menaikkan lagi rangsang kejantananku, sampai aku
tidak tahan dan kembali turun menghimpit dia karena sudah terasa akan
tiba di saat ejakulasiku. Pada saat yang sama Tante Juliet juga sudah
merasa akan tiba di orgasmenya, dia yang mengajak lebih dulu dengan
menyambung lumatan bibir tadi untuk menyalurkannya dalam permainan
ketat seperti ini. “Hghh ayyo Soon.. Nnghoog.. hrrhg…” dengan satu
erang tenggorokkan dia membuka orgasmenya disusul olehku hanya selang
beberapa detik kemudian.
Kami
sama mengejang dan sempat menunda sebentar ketika masuk di puncak
permainan, tapi segera berlanjut lagi melumat dengan lebih ketat seolah
saling menggigit bibir selama masa orgasme itu. Baru setelah mereda dan
berhenti, yang tinggal hanya nafas turun naik kelelahan dan tubuh
terasa lemas. Cukup luar biasa, karena meskipun tidak berganti posisi
atau gaya tapi permainan terasa nikmat dengan akhir yang memuaskan.
Malah seluruh tubuh sudah terasa banjir keringat saking serunya
berkonsentrasi dalam melampiaskan kerinduan lama kami. Untuk itu aku
begitu melepaskan diri hanya duduk di sebelahnya agar keringat di
punggungku tidak membasahi sprei tempat tidur.
“Gimana
Son rasanya barusan..?” Tante Juliet mengujiku sambil tangannya
mengusap menyeka-nyeka keringat di punggungku. Aku berputar menghadap
dia.
“Makanya
Sony tadi ngotot minta, soalnya udah yakin duluan memek montok Tante
ini bakal ngasih enak..” jawabku dengan meremas mencubit-cubit
vaginanya.
“Udah enak, puas lagi.. Tapi Tante sendiri, gimana rasanya sama Sony?” balik aku bertanya padanya.
Mendapat pujianku air mukanya bersinar senang, ganti dia memujiku.
“Sama
kamu sih nggak usah ditanya lagi, Son. Dulu aja kalau nggak sayangin
kamu masih muda sekali, udah mau terus-terusan Tante ngajakin kamu.”
“Oya? Kok tadi diajak masih kayak ogah-ogahan?”
“Bukan ogah-ogahan, tapi takut ketagihan sama Sony…” jawabnya bercanda sambil tertawa.
“Kalau tante mau, Sony mau kok married ama tante…”kataku.
“Akh… apa Son… kamu becanda ya… Tante kan udah punya suami…”katanya.
“Tante
nggak usah bohong deh… mas Fadli kan nggak bisa normal lagi tante… Sony
tahu kalau mas Fadli sekarang punya penyakit impoten… ya kan
tante…”kataku.
“Kamu tahu darimana Son… tapi tante akui kalau mas Fadli nggak bisa bikin tante puas…”katanya sambil menangis.
“Nah…
gimana tante suka kan ama Sony… selama ini hubungan Sony dengan
cewek-cewek lain itu hanya sekedar fun aja kok tan… Sony sebenarnya
cinta ama tante dari pertama pertemuan kita dulu…”kataku sambil ngecup
bibirnya.
“Son… benarkah ucapanmu itu… Sony benar mencintai tante yang udah tua ini…?”tanyanya.
“Ya tante, Sony cinta ama tante dan Sony mau married ama tante…” kataku sambil meluk tubuh dia.
“Oh… Son… tante juga suka ama kamu…”katanya sambil meluk tubuh aku.
“I Love You Juliet…”kataku.
“I Love You too Sony…”katanya.
Lalu, kami berpelukan erat dan bahagia menyertai kami berdua.
TAMAT
0 komentar:
Posting Komentar